Skip to content

Kisah Sepasang Sepatu dan Jokowi

Apa arti sepasang sepatu? Apakah hanya sekedar alas kaki atau simbol dari pilihan gaya hidup? 

Orang membeli sepatu tujuan pokoknya pastilah untuk alas kaki. Dan begitu pula fungsi awal sepatu pada awal sejarahnya. Tapi sejarah sepatu terus berkembang. Bukan sekedar alas kaki. Setiap tempat membutuhkan jenis speatu yang berbeda. Bersekolah butuh sepatu khusus, bila tidak maka siap-siap anak kita ditegur oleh gurunya. Mau olah raga, mau pesta, bahkan mau menyelam pun butuh sepatu khusus. Jangan sampai sepatu menyelam dipakai buat ke kantor 😛

Bukan hanya tujuan pemakaian, masih banyak variasi dari sepasang sepatu. Apa warnanya, hitam elegan, merah memikat atau kuning ceria? Sepatu buatan mana, dalam negeri atau impor? Impor beli di Indonesia atau langsung ke Paris? Berapa harga sepatunya? Sepasang sepatu yang kita gunakan menggambarkan pilihan-pilihan kita. Pilihan berdasarkan selera, kemampuan, relasi, profesi dan bahkan nilai-nilai kehidupan.

Bicara sepatu, ada kisah yang paling saya ingat, sepatu bally Bung Hatta. Beliau punya impian membeli sepasang sepatu Bally. Begitu mengidamkannya, Bung Hatta menyimpan iklan sepatu Bally, untuk memudahkannya membeli sepatu itu ketika punya uang. Tapi iklan sepatu itu masih tersimpan sampai akhir hayat, impiannya tak pernah terwujud. Bayangkan seorang wakil presiden tidak mampu membeli sepatu yang menjadi impiannya. Ya ini adalah kisah sepasang sepatu tanpa sepatu.

Bung Hatta memang dikenal dengan gaya hidupnya yang sederhana. Banyak kisah kehidupan yang menggambarkan kesederhanaan hidupnya. Begitu kentalnya sampai Iwan Fals menuliskan sebuah lagu “Bung Hatta”

Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, berkapal doa
Dari kami yang merindukan orang
Sepertimu

 

Iwan Fals meluncurkan lagu ini tahun 1981, tapi bagi saya, pesan dalam lagu ini masih penting hingga hari ini. Saya, mungkin teman-teman rasakan juga, masih merindukan sosok sederhana yang bisa menjadi teladan.

Hidup sederhana tak bisa diajarkan dengan ceramah. Ceramah tentang hidup sederhana hanya akan masuk telinga kanan tapi langsung keluar dari telinga kiri. Hidup sederhana hanya bisa ditunjukkan. Percuma ceramah tentang hidup sederhana bila yang memberi ceramah bergaya hidup mewah. Dengan diperagakan, tanpa ceramah pun, orang jadi sungkan dan pada akhirnya menjadikannya teladan.

Tapi entah mengapa, pejabat Indonesia jauh dari gaya hidup sederhana. Semakin tinggi jabatan, semakin mewah gaya hidupnya, mulai pakaian, jam tangan, tempat berlibur, kendaraan, rumah hingga sepasang sepatu. Untuk sebuah benda yang diinjak-injak pun, para pejabat memilih sepasang sepatu yang tak terjangkau rakyat banyak.

Dan ternyata, fenomena pejabat bergaya hidup mewah bukan monopoli Indonesia, tapi terjadi di kebanyakan negara yang belum maju. Jean Ziegler dalam bukunya menarik kesimpulan, semakin miskin sebuah bangsa, seringkali semakin mewah kehidupan dan “perilaku aneh” elite penguasanya. Semakin miskin negara, semakin sedikit gaji yang bisa diberikan ke pejabatnya, tapi mengapa pejabatnya bisa bergaya hidup mewah?

Kecenderungan gaya hidup mewah sudah menjadi virus yang menyebarluas di Indonesia. Orang berlomba-lomba pamer kekayaan, tidak peduli cara untuk mendapatkannya. Tetangga depan ganti mobil sudah cukup menjadi alasan untuk membeli mobil baru, yang lebih mahal tentunya. Hanya butuh alasan sederhana untuk memilih gaya hidup tak sederhana.

Apa jadinya bila kecenderungan bergaya hidup mewah terus dibiarkan? Ketika semakin besar pengeluaran sementara pemasukan cenderung tetap maka semakin besar dorongan untuk menggunakan cara yang tidak benar dalam mencari uang. Inilah awal mula lahirnya motivasi untuk korupsi.

Sebagaimana kerinduan Iwan Fals pada sosok sederhana, bangsa ini pun sebenarnya membutuhkan sosok yang bisa menjadi teladan gaya hidup sederhana. Sosok dengan gaya hidup sederhana akan membuat malu pejabat lain untuk bergaya hidup mewah dan menjadi teladan buat rakyat untuk bergaya hidup sederhana. Tanpa perlu bicara, tanpa perlu keputusan, sosok dengan gaya hidup sederhana sudah menyelesaikan persoalan dasar negeri ini.

Siapa sosok dengan gaya hidup sederhana? Mungkin masih banyak di Indonesia. Tapi bila ditanyakan, siapa calon presiden yang bergaya hidup sederhana, maka Jokowi adalah jawabannya.

Saya sekali bertemu pada saat Jokowi berpidato di Indonesian Youth ChangeMakers Summit (IYCS) tahun 2012. Saya menyaksikan sosok yang berbeda dengan pejabat kebanyakan. Gak umum! Jokowi mengenakan celana jeans, kemeja polos dan sepasang sepatu sederhana. Seolah saya tidak menyaksikan seorang walikota, saya lebih melihat sosok sederhana, dalam ucapan maupun apa yang dikenakannya. Berikut video pidato Jokowi yang saya saksikan waktu itu.

Saya menyimak berita yang menceritakan sepasang sepatu Jokowi. Ternyata harga sepatu yang sering dipakai Jokowi lebih murah daripada sepasang sepatu yang saya pakai. Saya tertohok dengan sepasang sepatu yang dipakai Jokowi. Pada banyak kegiatan, sepatu kulit ini yang sering digunakan. Saya menduga sepatu ini memang paling nyaman untuk dipakai blusukan kemana-mana, dengan tetap terlihat sebagai sebuah sepatu 😀

sepasang sepatu jokowi

Tapi entah mengapa, hari-hari terakhir ini justru orang pada nyinyir dengan gaya hidup sederhana Jokowi, dianggap sebagai pencitraan. Sebuah nyinyiran yang aneh. Kenapa aneh?

Apa sih susahnya gaya hidup sederhana? Tidak susah. Gaya hidup sederhana tidak butuh uang sepeser pun. Setiap rakyat Indonesia mampu melakukan gaya hidup sederhana. Tidak peduli tinggal di ibukota maupun di pedalaman, kamu bisa bergaya hidup sederhana. Bicara gaya hidup sederhana, setiap orang jadi setara. Setiap orang punya kesempatan yang sama. Bahkan, setiap pejabat atau calon pemimpin bisa melakukan pencitraan gaya hidup sederhana.

Kalau gaya hidup sederhana itu mudah tapi mengapa jarang pejabat memilih gaya hidup sederhana? Kemauan. Tidak ada kemauan untuk melakukan gaya hidup sederhana. Mengapa tidak ada kemauan? Ketika kita punya banyak harta, ada kecenderungan untuk memamerkan harta kekayaan kita. Bayangkan “nikmatnya” bisa pamer harta, kemudian rakyat di desa-desa berdecak kagum melihat kekayaan kita. Bayangkan betapa nyamannya ego kita, turun dari helikopter dengan disaksikan banyak orang yang takjub.

Pilihan gaya hidup sederhana adalah perjuangan untuk mengalahkan diri sendiri, menurunkan ego, dan mensejajarkan posisi dengan orang-orang kebanyakan. Dan perjuangan  mengalahkan diri sendiri adalah perjuangan terberat dalam hidup.

Jokowi bergaya hidup sederhana bukan karena beliau tidak mampu. Kekayaan Jokowi dalam hitungan milyar. Jokowi mampu membeli sepasang sepatu yang jauh lebih bagus dan lebih keren. Tanpa perlu hutang tentunya. Meski mampu, beliau justru memilih sepatu sederhana, sebuah simbol gaya hidup sederhana. Pilihan sepatu mencerminkan pilihan gaya hidup Jokowi. Kalaupun benar pencitraan, Jokowi tetaplah harus mengalahkan dirinya sendiri, menurunkan ego dan mensejajarkan diri dengan orang-orang kebanyakan.

Gaya hidup sederhana adalah sebuah solusi atas persoalan mendasar bangsa ini, lomba pamer kekayaan, yang membuat marak korupsi di negeri kita tercinta ini. Bagi saya, Jokowi adalah sebuah jawaban atas kerinduan saya terhadap sosok yang mempunyai gaya hidup sederhana.

Saya memilih untuk dukung Jokowi!

4 Comments Post a comment
  1. nunik #

    ijin share y.. boleh kan?.. thx u..

    04/06/2014
  2. mantab bro, saya setuju 100% dengan opini dan fakta yang ada di dalam tulisan ini. mengalir, lugas, jelas.

    04/06/2014

Leave a reply to deteksi Cancel reply